Cerita tentang nostalgia suka duka kunjungan ke sekolah. Jadi ingat sejarah berdirinya InfraDigital Nusantara (IDN). Dulu awal berdirinya IDN, tim lapangan hanya ada 4 orang dan berpasangan, saya berpasangan dengan Cristianty (sekarang sudah pindah), Rindi berpasangan dengan Syilvi. Kami keliling menaiki sepeda motor bergantian dari mulai Depok, Jakarta, Bogor, Tangerang & yang paling jauh serta panas pastinya Bekasi. Untungnya seiring berjalannya waktu, timnya bertambah satu per satu. Setiap pagi kami harus tampak rapi saat bertemu dengan sekolah. Meskipun kalau sudah agak siang sedikit langsung berubah menjadi sedikit beraroma. Seragam pertama kami warna putih dan ada namanya di sisi sebelah kiri tapi tidak ada kantongnya di sisi sebelah kanan, mungkin untuk menghindari dikasih tips sama sekolah. Setelan kami saat itu jauh lebih baik dibandingkan kaus oblong dan celana jin yang digunakan bila bertemu tak sengaja dengan kompetitor di sekolah, meskipun dulu kami tidak ada kartu tanda pengenal.
Sebelum berangkat kami memilih waktu yang tepat untuk berjualan, yaitu mengikuti jam buka sekolah pukul 07.00 – 15.00 WIB hari Senin – Jumat. Beda hal dengan Lembaga Pendidikan Lainnya seperti Bimbel atau Perguruan Tinggi lainnya yang justru jam bukanya ada yang kelas malam bahkan di hari libur Sabtu Minggu.
Biasanya sebelum bertemu sekolah kami harus melewati Pos Keamanan dahulu. Nah disini kemampuan komunikasi kami diuji, berbagai macam cara sudah pernah kami lakukan dari mulai kalimat jujur sampai sedikit tidak jujur. Intinya jangan terlihat langsung melakukan penawaran.
Bersabar dan pantang menyerah, itu kunci kami pada saat itu, karena sebagian besar security yang berjaga menginginkan kami agar segera pergi.
Sebelum terjun ke lapangan, kami harus mengetahui produk IDN dengan baik. Dan kami harus tahu semua hal terkait produk yang ingin dijual, dan jawab semua pertanyaan yang sekolah lontarkan. Strategi kami biasanya tidak langsung masuk ke jualan. Akan tetapi membiarkan sekolah mengetahui manfaat dari produk yang ditawarkan terlebih dahulu. Sambil sedikit memberikan janji palsu biasanya. Akan tetapi penipuan berkedok penjualan yang datang ke sekolah cukup banyak terjadi. Jadi kami mempersiapkan kartu nama yang menunjukkan kami adalah penjual terverifikasi dari perusahaan sungguhan.
Biasanya kami melihat petunjuk dari bahasa tubuh orang sekolah yang mengindikasikan ketertarikan pada kami. Orang sekolah yang tertarik akan membuat kontak mata, mencondongkan badan ke depan, atau memiringkan kepala saat kita bicara. Tapi pernah juga sebaliknya kami bertemu orang sekolah yang ketika dijelaskan tentang IDN, dia malah tidur ngedombleh sambil duduk manis seolah mendengarkan macam cerita dongeng saja.
Intinya berikan kesempatan bagi orang sekolah untuk bicara, bertanya, atau berikan saran terkait bagaimana dia dapat tertarik untuk menggunakan produk IDN. Jika percakapan mulai bertele-tele, kami biasanya segera beralih untuk mendiskusikan produk. Jika pihak sekolah tidak menunjukkan adanya ketertarikan, biasanya kami langsung berterima kasih atas waktu yang diberikan, dan lanjutkan ke sekolah berikutnya, karena target kami dulu setiap hari kunjungan 9 Sekolah. Brosur, proposal, flyer & kartu nama adalah senjata kami setiap hari.
Berjualan dari satu sekolah ke sekolah lainnya awalnya memang terasa canggung. Namun, semakin banyak bertemu sekolah, kita merasa lebih nyaman dan semakin mahir berjualan dengan cara ini.
Nostalgia itu tidak akan pernah kami lupakan, karena proses itulah yang membentuk kami sekarang menjadi lebih baik.
Terimakasih IDN untuk semuanya.
Berjualan dari satu sekolah ke sekolah lainnya awalnya memang terasa canggung. Namun, semakin banyak bertemu sekolah, kita merasa lebih nyaman dan semakin mahir berjualan dengan cara ini
By : Away