Momen yang paling ditunggu oleh semua orang terutama anak rantau yang jauh dari kampung halaman rumah, yang terpisah jarak beratus-ratus kilometer. Momen umat Muslim berkumpul di satu lapangan atau masjid untuk beribadah bersama. Momen yang dapat menghapus kesalahan demi kesalahan kepada saudara maupun teman. Satu momen yang dimana dapat mengingatkan kita kembali ke masa kecil, merengek meminta sesuatu yang baru kepada orang tua kita, mainan baru, baju baru, sepeda baru dll, karena merasa telah berhasil melewati satu bulan penuh berpuasa meskipun setengah hari. Lalu meminta uang THR ke om tante, saudara, semuanya. Sungguh menyenangkan menjadi anak kecil, namun sekarang sudah bukan masa anak kecil lagi yang meminta kepada orang tua. Sekarang sudah berada di masa “memberi THR” ke saudara, keponakan bahkan om dan tante kita.
Berkeliling mengunjungi rumah kerabat terdekat, merangkul dan menjabat tangannya terlebih dahulu tanda kerendahan hati meminta maaf atas segenap kesalahan baik verbal maupun tingkah laku, kejahilan kita, keegoisan kita dan perselisihan yang kerap terjadi di antara teman-teman kita. Merayakan bersama-sama sambil menikmati beberapa jenis kue khas yang selalu ada di tiap tahunnya, dilengkapi dengan sirup bercampur es batu menambah keceriaan kita semua
Momen yang selalu kita nantikan itu sepertinya harus ditunda dulu, bukan karena tidak ingin namun untuk lebih menjaga satu sama lain, melindungi kerabat, saudara serta bangsa Indonesia dari bahaya virus Covid-19 yang sejak 3 bulan terakhir ini mewabah di Indonesia ini. Karena menjaga umat banyak lebih utama dan lebih baik daripada diri sendiri.
Kita sebagai anak rantau maupun yang tidak sama sama merasakan yang namanya harus “Lebaran di Rumah Saja”, namun nasib para perantau lah yang tidak seberuntung nasib anak yang di rumah bersama orang tua. Meskipun sama-sama merasakan bosan yang kerap kali melanda, tapi setidaknya anak yang dirumah masih bisa berkumpul bersama keluarga secara tatap muka langsung. Tidak seperti anak rantau yang ngekost, hanya bisa bercerita bertatap muka kepada tembok dan atap plafon.
Beruntungnya kita ada di zaman alat elektronik berupa handphone yang sudah canggih sehingga kita tetap dapat menelpon orang tua, saudara maupun kerabat dengan melihat wajah (video call) meksipun hanya melalui virtual. Sedih memang sudah pasti terasa, tapi semua pengorbanan yang dilakukan harus dan pasti akan membuahkan hasil yang tidak mengecewakan.
Saya orang yang selalu belajar mengambil hikmah dari setiap kejadian terutama di dalam kehidupan pribadi bahwa setiap hal pasti ada hikmahnya, bahkan kita sebagai manusia pun diciptakan ada hikmah nya.
Ketika bulan puasa tiba saya orang yang biasa nya setiap hari sudah ada tujuan mau buka puasa dimana, buka puasa bersama teman SD, teman SMP, teman SMK, teman yang lainnya, ataupun buka puasa di masjid tertentu, tapi kita menunda hal tersebut. Sampai saat Hari Raya tiba, saya dan keluarga biasanya sudah menjadwalkan ingin ke rumah saudara yang mana terlebih dahulu yang ingin dikunjungi, namun harus ditunda sampai kondisi sudah membaik.
Untuk yang membaca tulisan ini, bersyukurlah karena masih dapat merasakan sehat, makan dan tidur dengan nyaman. Jangan terus menerus mementingkan ego dengan merasa sudah baik-baik saja tanpa memperdulikan orang lain. Kita harus bisa sama-sama berjuang, berjuang melawan bosan, berjuang untuk tetap produktif, berjuang untuk tetap menjaga kesehatan, berjuang menjaga silaturahim via telepon atau video call, berjuang terus berdoa kepada Allah yang Maha Pemberi agar segera dapat selesai wabah ini.
Saya mengambil sedikit hikmah dari adanya wabah ini :
- Bahwa Allah mampu dan dapat menghancurkan kita semua ciptaan-Nya bahkan hanya melalui prajurit kecilNya.
- Kita diingatkan untuk tetap menjaga bumi ini agar tetap terjaga kelestariannya.
- Hangatnya berkumpul bersama keluarga tercinta tidak bisa digantikan.
- Mengingatkan kita bahwa kita tetap harus bersyukur karena masih ada yang lebih
Dari saya yang selalu memposisikan diri lebih rendah dari orang lain agar terus dapat mengambil hikmah ilmu orang lain karena ilmu itu seperti air yang selalu mengarah ke tempat yang lebih rendah, ilmu yang selalu mengarah kepada kerendahan hati orang.
By : Taufiq